Jika Istri Memaksa Suami Berjimak
Sebagai insan yang memiliki hasrat, wajar jika sepasang suami istri saling memberikan perhatian dalam perkara ini. Walau bagaimanapun juga, istri memiliki hak yang seimbang yang harus dipenuhi oleh suami.
Allah Subhânahu wa Ta’âlaberfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Wanita punya hak (yang harus ditunaikan suaminya sesuai ukuran kelayakan) yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang makruf.”(QS Al-Baqarah [2]: 228).
Tidak boleh suami menelantarkan istri untuk mendapatkan hak batinnya. Karena perkara ini adalah kebutuhan yang istri pun menginginkannya. Coba perhatikan riwayat berikut ini.
Dari Abdullah bin Amr radhiallâhu ‘anhuma ia berkata,
“Ayahku menikahkan aku dengan seorang wanita yang bernasab mulia, maka ayah senantiasa mengontrol menantunya. Ayah menanyakan tentang suaminya (yakni anaknya).
Menantunya pun menjawab, “Dia sebaik-baik pria, tidak pernah meniduri kasur kami, dan tidak pernah membuka-buka tutup sejak kami datang.”
Maka setelah hal itu berlangsung lama pada dirinya, ayah melaporkan hal itu kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berkata, “Pertemukan aku dengannya.”
Setelah itu aku bertemu dengan beliau. Beliau bertanya kepadaku, “Bagaimana kamu berpuasa?”
“Setiap hari,” jawabku.
“Bagaimana kamu mengkhatamkan Al-Qur`an?” tanya beliau.
“Tiap malam,” jawabku.
“Kalau begitu puasalah tiap bulan tiga hari dan khatamkan Al-Qur`an tiap bulan.”
Aku menjawab,“Aku mampu lebih banyak dari itu.”
“Puasalah tiga hari setiap sepekan,” perintah beliau.
“Aku mampu lebih banyak dari itu,” jawabku.
“Puasalah dengan puasa yang paling utama, puasa Dawud, puasa satu hari dan tidak puasa satu hari, dan khatamkanlah al-Qur’an tiap tujuh malam satu kali.” Perintah beliau.
Dalam riwayat yang lain beliau berkata,
أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ وَلاَ تُفْطِرُ، وَتُصَلِّى وَلاَ تَنَامُ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَظًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ وَأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَظًّا
“Tidakkah disampaikan berita kepadaku bahwa kamu puasa terus dan tidak pernah tidak puasa, shalat malam terus dan tidak pernah tidur? Maka (sekarang) puasalah kamu dan juga tidak puasa (dihari lain,-pen), shalat malamlah dan juga tidurlah. Sesungguhnya matamu punya hak atas dirimu, tubuhmu dan keluargamu juga punya hak atas dirimu.”
Dalam kejadian yang lain diriwayatkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’ radhiallâhu ‘anhuma. Suatu saat, Salman mengunjungi Abu Darda’. Maka Salman melihat Ummu Darda’ berpakaian lusuh.
Salman pun mengatakan kepadanya, “Mengapa kamu demikian?”
Ia menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ tiada hasrat kepada dunia.”
Maka Abu Darda’ datang lalu membuatkan makanan untuk Salman. Salman mengatakan kepada Abu Darda’, “Makanlah!” “Aku berpuasa,” jawabnya.
Salman menukas, ”Aku tidak akan makan sampai engkau mau makan.” Akhirnya dia makan.
Maka ketika malam harinya, Abu Darda’ bangun, Salman mengatakan kepadanya, “Tidurlah!” Maka Abu Darda’ tidur lagi, lalu bangun lagi, maka Salman mengatakan lagi kepadanya, “Tidurlah.” Maka ketika pada akhir malam Salman mengatakan, “Bangunlah sekarang”, lalu keduanya melakukan shalat.
Selanjutnya Salman mengatakan kepadanya,
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ. فَأَتَى النَّبِىَّ صل الله عليه وسلم فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ النَّبِىُّ صل الله عليه وسلم :صَدَقَ سَلْمَانُ
“Sesungguhnya Rabbmu punya hak atas dirimu, dirimu sendiri punya hak atas dirimu, dan keluargamu punya hak atas dirimu, maka berikan hak kepada tiap-tiap yang memilikinya.” Lantas Abu Darda datang kepada Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan menyebutkan hal itu kepadanya, maka Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata,“Salman benar.” (Shahih. HR Al-Bukhari).
Setelah kita membaca keterangan di atas, ketika istri memaksa suami untuk berjimak maka penuhilah kemauan istri walaupun suami tidak memiliki keinginan untuk melakukannya. Karena yang dilakukan akan bernilai sedekah bagi sepasang insan tersebut. Jangan sampai ketika tidak memenuhi kemauan istri terjadilah kemaksiatan yang menimbulkan dosa bagi keduanya.
Dari Abu Dzar radhiallâhu ‘anhu, dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata:
“Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa SallamSallam berkata kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa Sallam:
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”.
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa Sallambersabda :
“Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah ? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah “.
Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab :
“Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (Shahih. HR Muslim, no. 1006).
Di madrasah tercinta, 08121438
Abu 'Aashim al-Atsari
Izin share Ustadz..baarakallaahu fiikum
BalasHapus