Ushul Istinbath dalam Mazhab Hanbali [6]
Istihsan
Adalah meninggalkan keniscayaan qiyas kepada dalil yang menurut seorang mujtahid lebih kuat darinya; dan jenis istihsan ini diakui oleh Imam Ahmad rahimahullahu karena dalil tersebut menguatkannya. Dan jika ia tidak memiliki sandaran kecuali hawa nafsu, maka ini yang diingkari oleh Imam Ahmad. (Lihat: Al-‘Uddah fi Ushul Fiqih, 4/1604; Raudhatun an-Nadhir, 2/31; dan Ushul Madzhab Imam Ahmad, hal. 575).
Dan di antara riwayat tenang amal dengan istihsan menurut Imam Ahmad adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Maimuni dari Ahmad bahwa sesungguhnya ia berkata: “Aku menggunakan istihsan untuk menetapkan tayammum untuk tiap kali shalat, meski menurut ketentuan qiyas bahwa tayammum berkedudukan seperti wudhu dengan air dan seseorang tidak batal hingga ia berhadats atau mendapatkan air”. (Lihat: Al-‘Uddah fi Ushul Fiqih, 5/1604).
Dan dalam riwayat Al-Murrudzi, Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Boleh membeli tanah hitam, namun tidak boleh menjualnya. Lalu dikatakan kepadanya: Bagaimana bisa membeli dari puhak yang tidak punya hak milik? Maka ia berkata: Memang qiyasnya demikian sebagaimana yang engkau katakan, namun ini adalah istihsan”. Yang dimaksud tanah hitam ialah bagian tanah Iraq, berada di antara Kufah dan Bashrah, dan ia disebut dengan tanah hitam karena di dalamnya ada tanaman hijau, pohon kurma, dan pepohonan lainnya, dan bahsa Arab menghimpun antara yang hijau dan yang hitam dalam satu nama, dan menyebut yang hijau dengan kata hitam. Dan ini adalah tanah yang diwakafkan oleh sahabat Umar bin Khaththab radihiallahu ‘anhu, dan Imam Ahamd tidak membolehkan membeli dan menjualnya. Dan ada juga riwayat lain dari Imam Ahamd bahwa beliau memakruhkan penjualannya dan membolehkan untuk membelinya. (Lihat: Al-Hidayah ila Madzhab Imam Ahmad karya Abul Khaththab, hal. 230).[]
Bersambung …
Sumber: Empat Madzhab Fiqih. Penyusun Unit Kajian Ilmiah Departeman Fatwa Kuwait, hal. 182.
Komentar
Posting Komentar