Ushul Istinbath dalam Mazhab Hanbali [5]

 Qiyas


Dan qiyas yang diakui Imam Ahmad rahimahullahu adalah qiyas masalah furu’ pada permasalahan pokok yang ada nashnya jika menyerupainya dalam segala hal, dan disebut dnegan qiyyas ‘illah. Imam Ahmad mengatakan dalam riwayat Al-Hasan bin Hasan: “Qiyas adalah menganalogikan sesuatu kepada hukum pokok jika semisal dengannya dalam segala hal.” (Lihat: Al-Musawwadah, hal. 732).

Dan di antara riwayat yang dinukil dari Imam Ahmad rahimahullahu tentang amal dengan qiyas dan dianggap sebagai hujjah adalah pernyataannya dalam riwayat Bakr bin Muhammad dari ayahnya: “Seseorang tidak bisa melepas kebutuhannya akan qiyas. Seorang hakim dan imam yang dihadapkan pada sebuah permasalahan, hendaknya dia menghimpun manusia dan mengambil qiyas dan mengambil kemripan dalam persoalan, sebagaimana yang ditulis oleh Umar radhiallahu ‘anhu kepada Syuraih: “Qiyaskanlah berbagai perkara”. (Lihat: Al-‘Uddah fi Ushul Fiqih, 4/1280).


Hanya saja beliau tidak bersandar pada qiyas untuk mengambil istinbath hukum kecuali dalam keadaan terpaksa; yaitu ketika tidak menjumpai nash dalam sebuah persoalan; baik dari Al-Qur’an, sunnah, atau perkataan sahabat, atau hadts mursal, atau hadits dhaif. (Lihat: Al-Musawwadah, hal. 370 dan I’lamul Muwaqqi’in, 1/32).


Al-Maimuni menukilkan perkataan Imam Ahmad rahimahullahu: “Aku bertanya pada Asy-Syafi’i rahimahullahu tentang qiyas, maka ia berkata: ‘Ketika terpaksa’”. Dan hal itu membuatnya terkesan”. (Lihat: Al-Musawwadah, hal. 367).


Dari Abu Al-Harits ash-Shaigh dari Imam Ahmad rahimahullahu -dan ia telah menyebutkan ahli ra’yi dan penolakan mereka pada hadits- ia berkata: “Apa yang bisa kau perbuat dengan ra’yu dan qiyas, sedangkan ada atsar yang mencukupimu?” (Lihat: Al-‘Uddah fi Ushul Fiqih, 4/1282). []


Bersambung …


Sumber: Empat Madzhab Fiqih. Penyusun Unit Kajian Ilmiah Departeman Fatwa Kuwait, hal. 181 – 182



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Ushul Istinbath dalam Mazhab Hanbali [5] "

Posting Komentar