6 Landasan Utama dalam Beragama

Al-Imamud Dakwah Al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman at-Tamimi an-Najdi al-Hanbali rahimahumullahu merupakan sosok seorang ulama yang aktif mendakwahkan tauhid dan produktif dalam menulis risalah tentangnya. Karya tulisnya menjadi acuan utama dalam materi tentang tauhid. Dan bagi seseorang yang mempelajari risalah-risalahnya akan mendapatkan mutiara ilmu tauhid yang murni, yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salah satu risalah beliau rahimahullahu ialah Al-‘Ushul As-Sittah yang kami terjemahkan dengan Enam Landasan Utama dalam Beragama. Ketika seseorang membaca dan memahami enam landasan ini maka cukuplah dia memiliki pegangan dalam beragama sebagai dasar baginya sebelum mempelajari hal lainnya yang lebih besar dan rumit. Pun demikian, ia mampu menyikapi suatu masalah yang ia hadapi sehingga ia terhindar syubhat dan syahwat.

Setelah basmallah, Asy-Syaikh rahimahullahu berkata:

مِنْ أَعجَبِ العُجابِ، وَأَكْبَرِ الآياتِ الدالَّةِ عَلى قُدْرَةِ الْـمَلِكِ الْغَلاَّبِ: سِتَّةُ أُصولٍ بَيَّنَهَا اللهُ تَعَالَى بَيانًا وَاضِحًا لِلعَوامِّ فَوقَ ما يَظُنُّ الظانُّون، ثمَّ بَعدَ هَذا غَلِطَ فيها كَثيرٌ مِن أَذكِياءِ الْعَالَـمِ، وَعُقَلاءِ بَني آدَمَ؛ إِلا أَقَلَّ الْقَلِيلِ

Di antara perkara yang sangat menakjubkan dan sekaligus sebagai tanda yang sangat besar atas kekuasaan Allah Ta’ala adalah enam landasan yang telah Allah Ta’ala terangkan dengan sangat gamblang sehingga mudah dipahami oleh orang-orang awam sekalipun, lebih dari yang disangka oleh orang-orang. Namun setelah ini, orang-orang yang cerdas dan berakal dari kalangan Bani Adam keliru dalam masalah itu, kecuali sedikit sekali dari mereka.


الأَصْلُ الأَوَّلُ: إِخْلاصُ الدِّينِ للهِ تَعالى وَحدَهُ لا شَريكَ لَهُ، وَبَيانُ ضِدِّهِ الَّذي هُو الشِّركُ بِاللهِ، وَكَوْنُ أَكْثَرِ الْقُرْآنِ لِبَيانِ هَذا الأَصْلِ مِنْ وُجوهٍ شَتَّى بِكَلامٍ يَفْهَمُهُ أَبْلَدُ الْعَامَّةِ، ثمَّ لَـمَّا صارَ عَلى أَكْثَرِ الأُمَّةِ مَا صارَ؛ أَظْهَرَ لَـهُمُ الشَّيْطانُ الإخْلاصَ في صُورَةِ تَنَقُّصِ الصَّالِحينَ وَالتَّقْصيرِ في حُقوقِهِمْ، وَأَظْهَرَ لَهُمُ الشِّرْكَ بِاللهِ في صُورَةِ مَحبَّةِ الصَّالِحينَ وَاتِّباعِهِمْ.

Landasan Pertama

Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan penjelasan lawannya yaitu kesyirikan terhadap Allah. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan landasan tersebut dari berbagai sisi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam yang paling bodoh sekalipun. Kemudian seiring berjalannya waktu, taatkala terjadi perubahan pada mayoritas masyarakat, setan menampakkan kepada mereka keikhlasan dalam bentuk penghinaan kepada orang-orang shalih dan merendahkan hak-hak mereka serta menampakkan kesyirikan kepada Allah Ta’ala dalam bentuk kecintaan kepada orang-orang shalih dan pengikut mereka.


الأَصْلُ الثَّاني: أَمَرَ اللهُ بِالاجْتِماعِ في الدِّينِ، وَنَهَى عَن التَّفَرُّقِ فيهِ؛ فَبَيَّنَ اللهُ هَذا بَيانًا شافِيًا تَفْهَمُهُ الْعَوامُّ، وَنَهانا أَنْ نَكونَ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا قَبْلَنا فَهَلَكُوا، وَذَكَرَ أَنَّهُ أَمَرَ المُسْلِمينَ بِالاجْتِماعِ في الدِّينِ، وَنَهاهُمْ عَن التَّفَرُّقِ فيهِ، وَيَزِيدُهُ وُضُوحًا مَا وَرَدَتْ بِهِ السُّنَّةُ مِنَ الْعَجَبِ الْعُجابِ في ذَلكِ، ثُمَّ صارَ الأَمْرُ إلى الافْتِراقِ في أُصولِ الدِّينِ وَفُروعِهِ هُوَ الْعِلْمَ وَالفِقْهَ في الدِّينِ، وَصارَ الاجْتِماعُ في الدِّينِ؛ لا يَقولُهُ إِلا زِنْديقٌ أَوْ مَجنونٌ!

Landasan Kedua

Allah memerintahkan kita bersatu dalam menjalankan agama-Nya dan melarang bercerai-berai. Allah Ta’ala telah menjelaskan masalah tersebut dengan gamblang sehingga bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Dia melarang kita mengikuti orang-orang sebelum kita, yang bercerai-berai dan berselisih sehingga mereka binasa. Hal tersebut juga dijelaskan dalan As-Sunnah. Namun di kemudian hari, bercerai-berai dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya dianggap sebagai ilmu dan pengetahuan agama, sedangkan bersatu dalam menjalankan agama malah dianggap sebagi sesuatu yang hanya pantas dilontarkan oleh orang-orang zindiq atau gila.


الأَصْلُ الثَّالِثُ: أَنَّ مِنْ تَمامِ الاجْتِماعِ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ لمَنْ تَأَمَّرَ عَلَيْنا -وَلَوْ كانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا-؛ فَبَيَّنَ اللهُ هَذا بَيانًا شافِيًا كافِيًا بِوُجُوهٍ مِنْ أَنْواعِ الْبَيَانِ شَرْعًا وَقَدَرًا، ثُمَّ صارَ هَذا الأَصْلُ لا يُعْرَفُ عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ يَدَّعِي الْعِلْمَ، فَكَيْفَ الْعَمَلُ بِهِ؟!

Landasan Ketiga

Sesungguhnya untuk lebih menyempurnakan landasan yang kedua, yaitu bersatu dalam menjalankan agama, diperlukan sikap mau mendengar dan taat kepada para pemegang pemerintahan, walaupun ia seorang budak Habsyi. Allah Ta’ala telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang indah, lengkap dan sempurna, baik dari sisi syar’i maupun qadari (kauniyah/bukti), sehingga tidak membutuhkan penjelasan lagi. Kemudian perkara ini berubah menjadi satu hal yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang yang mengaku berilmu. Oleh karena itu, bagaimana mereka bisa mengamalkannya?


الأَصْلُ الرَّابِعُ: بَيانُ الْعِلْمِ وَالْعُلَماءِ، وَالْفِقْهِ وَالْفُقَهَاءِ، وَبَيانُ مَنْ تَشَبَّهَ بِهِمْ وَلَيْسَ مِنْهُمْ، وَقَدْ بَيَّنَ اللهُ تَعَالى هَذا الأَصْلَ في أَوَّلِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ قَوْلِهِ تَعالى: ﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ﴾ ]البقرة: 40[، إِلى قَوْلِهِ: ﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ﴾ ]البقرة: 47 [، وَيَزيدُهُ وُضُوحًا مَا صَرَّحَتْ بِهِ السُّنَّةُ في هَذا الْكَلامِ الْكَثيرِ الْبَيِّنِ الْواضِحِ لِلْعامِيِّ الْبَليدِ، ثُمَّ صارَ هَذا أَغْرَبَ الأَشْياءِ، فَصارَ الْعِلْمُ وَالْفِقْهُ هُوَ الْبِدَعُ والضَّلالاتُ، وَخِيارُ ما عِنْدَهُمْ لَبْسُ الْحَقِّ بِالْباطِلِ، وَصارَ الْعِلْمُ الَّذِي فَرَضَهُ اللهُ تَعالى عَلى الْـخَلْقِ وَمَدَحَهُ لا يَتَفَوَّهُ بِهِ إِلا زِنْدِيقٌ أَوْ مَجْنونٌ، وَصَارَ مَنْ أَنْكَرَهُ وَعادَاهُ وَصَنَّفَ في التَّحْذيرِ مِنْهُ وَالنَّهْيِ عَنْهُ؛ هُوَ الْفَقيهَ الْعالـِمَ.

Landasan Keempat

Landasan keempat ini berisi penjelasan tentang ilmu dan ulama, fiqih, dan ahli fiqih serta orang yang berlagak seperti mereka namun tidak termasuk golongan mereka. Allah ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan landasan ini dalam awal surat Al-Baqarah dalam firmannya (yang artinya): “Hai Bani Israil, ingatlah kalian kepada nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan penuhilah janji-Ku, niscaya Aku penuhi janji kalian.” [QS Al-Baqarah: 4].

Sampai firmannya (yang artinya): “Hai, Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan sesungguhnya Aku telah melebihkan kalian atas seluruh manusia.” [QS Al-Baqarah: 47].

Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan hal ini sehingga menjadi semakin jelas dan gamblang bagi orang awam yang bodoh sekalipun. Akan tetapi, di kemudian hari perkara ini menjadi sesuatu yang paling asing; ilmu dan fiqih dianggap sebagai bid’ah dan kesesatan. Pilihan terbaik menurut mereka adalah mengaburkan antara yang hak dan yang bathil. Mereka menganggap ilmu yang wajib dipelajari manusia dan pujian bagi orang-orang yang berilmu hanyalah bualan orang-orang zindiq atau gila, sedangkan orang yang mengingkari dan memusuhi ilmu serta melarang orang-orang yang mempelajarinya dianggap sebagai orang yang faqih lagi ‘alim.


الأَصْلُ الْخامِسُ: بَيانُ اللهِ سُبْحانَهُ لأَوْلِياءِ اللهِ، وَتَفْريقُهُ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ المُتَشَبِّهِينَ بِهِمْ مِنْ أَعْداءِ اللهِ الْـمُنافِقينَ وَالْفُجَّارِ، وَيَكْفِي في هَذا: آيَةٌ في سُورَةِ آلِ عِمْرانَ؛ وَهِيَ قَوْلُهُ تَعالَى:﴿قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ﴾ ]آل عمران: 31[، وَآيَةٌ في سُورَةِ المائِدَةِ؛ وَهِيَ قَوْلُهُ تَعَالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ﴾ ]المائدة: 54[، وَآيَةٌ في يُونُسَ؛ وَهِيَ قَوْلُهُ تَعَالى: ﴿أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ – الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ﴾ ]يونس: 62-63[، ثُمَّ صارَ الأَمْرُ عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ يَدَّعي الْعِلْمَ، وَأَنَّهُ مِنْ هُداةِ الخَلْقِ وَحُفَّاظِ الشَّرْعِ إِلى: أَنَّ الأَوْلِياءَ لا بُدَّ فِيهِمْ مِنْ تَرْكِ اتِّباعِ الرُّسُلِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ فَلَيْسَ مِنْهُمْ! وَلا بُدَّ مِنْ تَرْكِ الجِهادِ، فَمَنْ جاهَدَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ! وَلا بُدَّ مِنْ تَرْكِ الإِيمانِ وَالتَّقْوَى، فَمَنْ تَعَهَّدَ بِالإيمانِ وَالتَّقْوى فَلَيْسَ مِنْهُمْ! يا ربَّنا! نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعافِيَةَ؛ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعاءِ.

Landasan Kelima

Landasan kelima ini berisi penjelasan tentang wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perbedaan mereka dengan musuh-musuh Allah Ta’ala dari kalangan orang-orang munafiq dan orang-orang jahat yang menyerupai mereka. Dalam masalah ini cukuplah kita memperhatikan satu ayat dari surat Ali ‘Imran yakni firman-Nya (yang artinya): “Katakanlah, ’Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” [QS Ali ‘Imran: 31]. Dan satu ayat dalam surat Al-Maidah yakni firman-Nya (yang artinya):  “Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari agama Allah, maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” [QS Al-Maidah: 54]. Serta satu ayat dalam surat Yunus yakni firman-Nya (yang artinya):  “Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak akan merasa ketakutan dan tidak pula merasa bersedih hati (yakni) orang-orang yang beriman dan mereka tetap bertakwa.” [QS Yunus: 62].

Kemudian makna wali-wali Allah ini diubah oleh mereka yang mengaku memiliki ilmu dan sanggup memberi petunjuk kepada manusia serta menguasai ilmu-ilmu syari’at. Mereka menganggap bahwa wali-wali Allah Ta’ala adalah mereka yang meninggalkan teladan para rasul, sedangkan yang meneladani para rasul bukan wali-wali Allah Ta’ala. Selain itu, menurut mereka, para wali mereka yang meninggalkan jihad, keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Barangsiapa yang berjihad, beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala, maka dia bukan termasuk wali.

Ya Allah, kami mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan (dari anggapan sesat mereka). Sesungguhnya Engkau Maha Mengabulkan Doa.


الأَصْلُ السَّادِسُ: رَدُّ الشُّبْهَةِ الَّتِي وَضَعَها الشَّيْطانُ في تَرْكِ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ، وَاتِّباعِ الآراءِ وَالأَهْواءِ المُتَفَرِّقَةِ المُخْتَلِفَةِ؛ وَهِيَ: أَنَّ الْقُرْآنَ وَالسُّنَّةَ لا يَعْرِفُهُما إِلا الْـمُجْتَهِدُ الـمُطْلَقُ، وَهُوَ الْـمَوْصُوفُ بِكَذا وَكَذا -أَوْصافًا لَعَلَّها لا تُوجَدُ تَامَّةً في أَبي بَكْرٍ وَعُمَرَ!-، فَإِنْ لَمْ يَكُنِ الإِنْسانُ كَذَلِكَ؛ فَلْيُعرِضْ عَنْهُما فَرْضًا حتمًا -لا شَكَّ وَلا إِشْكالَ فِيهِ!-، وَمَنْ طَلَبَ الْـهُدَى مِنْهُما؛ فَهُوَ: إِمَّا زِنْدِيقٌ، وَإِمَّا مَجْنونٌ -لأَجْلِ صُعوبَةِ فَهْمِهِما!-. فَسُبْحانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ! كَمْ بَيَّنَ اللهُ سُبْحَانَهُ -شَرْعًا وَقَدَرًا، خَلْقًا وَأَمْرًا- في رَدِّ هَذِهِ الشُّبْهَةِ الـمَلْعُونَةِ مِنْ وُجوهٍ شَتَّى بَلَغَتْ إِلى حَدِّ الضَّرُورِيَّاتِ الْعَامَّةِ، وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ: ﴿إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ – وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ – وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ – إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ﴾ ]يس: 7-11[

Landasan Keenam

Landasan keenam berisi bantahan terhadap syubhat yang dilontarkan oleh setan yang mengajak manusia meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah kemudian mengikuti pendapat hawa nafsu yang beragam. Syubhat yang mereka lontarkan adalah bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak bisa dipahami kecuali oleh seoarng mujtahid, sedangkan mujtahid adalah seseorang yang mempunyai kriteria tertentu yang barangkali tidak akan dapat dimiliki oleh siapa pun, termasuk Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhum. Oleh karena itu, wajib bagi kita meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak ragu dan tidak samar lagi. Barangsiapa yang mencari petunjuk dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka dia adalah zindiq atau gila, karena ketidakmungkinan memahami keduanya.

Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Betapa banyak penjelasan Allah Subhanahu wa Ta’ala , baik dengan perintah-perintah dan larangan maupun dengan hukum-hukum kauni dalam membantah syubhat yang tercela ini mencakup berbagai seginya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, sehingga mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Allah Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Na. Berilah kabar gembira (kepada orang-orang seperti ini) ampunan dan pahala yang mulia.” [QS Yaasin: 7-11].


آخِرُهُ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعالَـمينَ، وَصلَّى اللهُ عَلى سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ، وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْليمًا كَثيرًا إِلى يَوْمِ الدِّينِ.

Akhirnya, segala puji bagi Allah Rabbul ’Alamin dan shalawat dan salam semoga terlimpah atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya sampai hari Kiamat.

Menjelang shalat ‘Isya, 8 Rabi’ul Awwal 1438

Abu 'Aashim Nanang Ismail al-Atsari

Teks Arab diambil dari http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=11133



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "6 Landasan Utama dalam Beragama"

Posting Komentar